Roh di diri manusia

 9 ROH DALAM DIRI


Menurut ilmu batin,

pada diri manusia terdapat 9 jenis ROH.


Masing-masing ROH mempunyai fungsi sendiri-sendiri.


Ke 9 macam ROH yang ada pada manusia itu adalah :


1. ROH IDHOFI :


adalah ROH yang sangat utama bagi manusia, disebut juga ”JAUHAR AWAL SUCI” karena ROH inilah maka manusia dapat HIDUP.


sering disebut ”NYAWA” karena bila ROH tersebut keluar dari raga,

maka manusia yang bersangkutan akan mati,


ROH IDHOFI merupakan sumber dari ROH² lainnya pun akan turut serta.


Tetapi sebaliknya kalau salah satu ROH keluar dari raga, maka ROH IDHOFI tetap akan tinggal di dalam JASAD/ RAGA..~> Dan manusia itu tetap HIDUP 


Bagi mereka yang sudah sampai pada Irodat ALLAH atau kebatinan tinggi, tentu akan bisa menjumpai ROH IDHOFI ini dengan penglihatannya.


Wujudnya mirip diri sendiri, baik rupa maupun suara serta segala sesuatunya. Bagai berdiri di depan cermin. 


Meskipun ROH² yang lain juga demikian, tetapi kita dapat membedakannya dengan ROH IDHOFI yang satu ini.


Alamnya ROH IDHOFI berupa NUR/ CAHAYA terang benderang dan rasanya sejuk tenteram (bukan dingin).. Tentu saja kita dapat menjumpainya bila sudah mencapai tingkat “INSAN KAMIL”.


2. ROH ROBBANI :


ROH ROBBANI yang dikuasai dan diperintah oleh ROH IDHOFI .


Alamnya ROH ROBBANI ini ada dalam NUR/CAHAYA KUNING diam tak bergerak.


Bila kita berhasil menjumpainya,

maka kita tak mempunyai kehendak apa-apa. Hatipun terasa tenteram. Tubuh tak merasakan apa-apa.


3. ROH ROHANI :


ROH ROHANI inipun juga dikuasai oleh ROH IDHOFI.


Karena adanya ROH ROHANI ini,

maka manusia memiliki kehendak 2 rupa. Kadang-kadang suka sesuatu, tetapi di lain waktu ia tak menyukainya.


ROH ROHANI ini mempengaruhi perbuatan baik dan perbuatan buruk.


ROH ROHANI inilah yang menempati pada 4 jenis NAFSU, yaitu :

• NAFSU Luwamah (aluamah)

• NAFSU Amarah

• NAFSU Supiyah

• NAFSU Mulhamah (Mutmainah).


Kalau manusia ditinggalkan oleh ROH ROHANI ini, maka manusia itu tidak mempunyai NAFSU lagi, sebab semua NAFSU manusia itu ROH ROHANI yang mengendalikannya.


ROH ROHANI ini sifatnya selalu mengikuti penglihatan yang melihat. Dimana pandangan kita tempatkan, disitu ROH ROHANI berada.


Maka,

kalau manusia sudah bisa mengendalikan ROH ROHANI ini dengan baik, ia akan hidup dalam kemuliaan.


Sebelum kita dapat menjumpai ROH ROHANI, terlebih dulu kita akan melihat bermacam-macam CAHAYA bagai kunang-kunang. Setelah cahaya-cahaya ini menghilang, barulah muncul ROH ROHANI itu.


4. ROH NURANI :


ROH NURANI ini dibawah pengaruh ROH IDHOFI.


ROH NURANI ini mempunyai pembawa sifat terang, menjadikan manusia yang bersangkutan jadi TERANG HATInya.


Kalau ROH NURANI meninggalkan tubuh maka orang tersebut HATInya menjadi gelap dan gelap juga pikirannya.


ROH NURANI ini hanya menguasai NAFSU MUTMAINAH saja.


Maka bila manusia ditunggui ROH NURANI maka NAFSU MUTMAINAHnya akan menonjol, mengalahkan nafsu-nafsu lainnya.


HATI orang itu akan menjadi tenteram, perilakunya pun baik dan terpuji.


Air mukanya bercahaya, tidak banyak bicara, tidak ragu-ragu dalam menghadapi segala sesuatu, tidak protes bila ditimpa kesusahan.


Suka, sedih, bahagia dan menderita dipandang sama.


5. ROH KUDUS (ROH SUCI) :


ROH KUDUS (ROH SUCI) juga di bawah kekuasaan ROH IDHOFI.


ROH KUDUS (ROH SUCI) ini mempengaruhi orang yang bersangkutan untuk mau memberi pertolongan kepada sesama manusia, mempengaruhi berbuat kebajikan dan mempengaruhi berbuat ibadah sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.


6. ROH ROHMANI :


ROH ROHMANI disebut juga ROH PEMURAH karena diambil dari kata ”RAHMAN” yang artinya pemurah, dibawah kekuasaan ROH IDHOFI pula


ROH ROHMANI ini mempengaruhi manusia bersifat sosial, suka memberi.


7. ROH JASMANI :


ROH JASMANI yang juga di bawah kekuasaan ROH IDHOFI.


ROH JASMANI ini menguasai seluruh DARAH dan URAT SYARAF manusia, maka manusia dapat merasakan adanya rasa sakit, lesu, lelah, segar dll


Bila ROH JASMANI ini keluar dari tubuh, maka jika ditusuk jarumpun tubuh tidak akan terasa sakit.


Kalau kita berhasil menjumpainya,

maka ujudnya akan sama dengan kita, hanya berwarna MERAH.


ROH JASMANI ini menguasai NAFSU AMARAH dan NAFSU HEWANI.


NAFSU HEWANI ini memiliki sifat dan kegemaran seperti binatang,

misalnya: malas, suka setubuh, serakah, mau menang sendiri dsb


8. ROH NABATI :


ROH NABATI ini juga di bawah kekuasaan ROH IDHOFI.


ROH NABATI yang mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan badan.


9. ROH REWANI :


ROH REWANI ialah ROH yang menjaga RAGA kita, juga dibawah kekuasaan ROH IDHOFI.


Bila ROH REWANI keluar dari tubuh maka orang yang bersangkutan akan tidur. Bila masuk ke tubuh orang akan terjaga.


Bila orang tidur bermimpi dengan arwah seseorang, maka ROH REWANI dari orang bermimpi itulah yang menjumpainya. 


Jadi mimpi itu hasil kerja ROH REWANI yang mengendalikan OTAK manusia.


Jadi kepergian ROH REWANI dan kehadirannya kembali diatur oleh ROH IDHOFI.


Demikian juga ROH² lainnya dalam tubuh, sangat dekat hubungannya dengan ROH IDHOFI.


Cosmologi sufi membagi Cosmo (alam semesta) menjadi 2, yaitu :

Macrocosmos (alam di luar manusia)

Microcosmos (alam di dalam manusia) 


● MACROCOSMOS terdiri dari 5 :

Api,

Air,

Bumi (tanah),

Angin,

Nafs (JIWA manusia) 


● MICROCOSMOS (yg ada di dalam dada) ada 5 :

Qalb (Qalbu),

Ruh (Roh),

Sirr,

Khafi,

Akhfa 


NAFS (JIWA) dikategorikan jadi 3 :

- NAFS (JIWA) Amarah,

- NAFS (JIWA) Lawwamah,

- NAFS (JIWA) Mutmainah 


menurut Sufisme

Dg menjinakkan QALB : agar bisa mengetahui Alam JIN 


Dg menjinakkan RUH : agar bisa mengetahui Alam RUH (Malaikat) 


Dg menjinakkan SIRR : bisa mengetahui Alam RAHASIA (Semesta) 


Dg menjinakkan KHOFI : bisa mengetahui Alam UNIFIKASI (penyatuan dengan ALLAH) 


Dg menjinakkan AKHFA : bisa mengetahui Alam ARSY ALLAH 


Untuk menjinakkan QALB/ Qalbu, kita harus memiliki sifat : 

1. Zuhud (terlepas dari kejahatan) 

2. Taqwa (menghindari kejahatan) 

3. Wara' (menghindari kesia-siaan) 

4. Tawakal (puas dg pemberian ALLAH) 

5. Sabr (sabar/teguh) 

6. Syukr (berterimakasih) 

7. Raja' (mencari kebahagiaanNYA) 

8. Khouf (takut sama murkaNYA) 

9. Rija' (mengharap kasihNYA) 

10. Yaqin (iman/keyakinan sempurna) 

11. Ikhlas (tdk mengharap imbalan) 

12. Sidq (membawa kebenaran) 

13. Muroqobah (fokus total kdp NYA) 

14. Khulq (tunduk) 

15, Dzikr (mengingatNYA) 

16. Khuluut (mengisolasi diri dari selainNYA)


Martabat 7, Suluk Sujinah dan Serat Wirid Hidayat Jati


Dalam mencari ridhoNYA, para sufi menggunakan jalan yang bermacam-macam... Baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengan melalui kearifan, kecintaan dan tapa brata.


Sejarah mencatat,

pada akhir abad ke-8, muncul aliran Wahdatul Wujud, suatu faham tentang segala wujud yang pada dasarnya bersumber satu pada ALLAH Ta’ala.


ALLAH yang menjadikan sesuatu dan DIAlah a’in dari segala sesuatu.


Wujud alam adalah a’in wujud ALLAH, ALLAH adalah hakikat alam, tapi bukan alam.


Pada hakikatnya,

tidak ada perbedaan antara wujud qadim dengan wujud baru yang disebut dengan makhluk.


Dengan kata lain,

perbedaan yang kita lihat hanya pada rupa atau ragam dari hakikat yang Esa.


Sebab alam beserta manusia merupakan aspek lahir dari suatu hakikat batin yang tunggal... Tuhan Seru Sekalian Alam.


Faham wahdatul wujud mencapai puncaknya pada akhir abad ke-12.


Muhyidin Ibn Arabi,

seorang sufi kelahiran Murcia, kota kecil di Spanyol pada 17 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165 M adalah salah seorang tokoh utamanya pada zamannya. 


Dalam bukunya yang berjudul "FUSUS AL-HIKAM" yang ditulis pada 627 H atau 1229 M tersurat dengan jelas uraian tentang faham Pantheisme (seluruh kosmos adalah Tuhan), terjadinya alam semesta, dan ke-insan-kamil-an. 


Di mana faham ini muncul dan berkembang berdasarkan perenungan fakir filsafat dan zauq (perasaan) Tasawuf.


Faham ini kemudian berkembang ke luar jazirah Arab, terutama berkembang ke Tanah India yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Fadillah, salah seorang tokoh sufi kelahitan Gujarat (…-1629M). 


Di dalam karangannya, kitab "TUHFAH", beliau mengajukan konsep Martabat 7 sebagai sarana penelaahan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya. 


Menurut Muhammad Ibn Fadillah,

ALLAH yang bersifat ghaib bisa dikenal sesudah bertajjali melalui 7 martabat atau sebanyak 7 tingkatan, sehingga tercipta alam semesta dengan segala isinya. 


Pengertian Tajjali berarti "kebenaran yang diperlihatkan ALLAH melalui penyinaran atau penurunan" — di mana konsep ini lahir dari suatu ajaran dalam filsafat yang disebut monotoisme (TAUHID)..~> Yaitu suatu faham yang memandang bahwa alam semesta beserta manusia adalah aspek lahir dari satu hakikat tunggal ALLAH Ta’ala. 


Dalam Mistik Islam Kejawen di jawa di wedar oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita, Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati menyatakan; 


“Konsep ajaran martabat 7 mengenai penciptaan alam manusia melalui TajjaliNYA Tuhan sebanyak 7 tingkatan jelas tidak bersumber dari AL-QUR’AN. 

Sebab dalam Islam tak dikenal konsep bertajjali.


Islam mengajarkan tentang proses Tuhan dalam penciptaan makhlukNYA dengan "AL-IJAD MINAL ADAM, berasal dari tidak ada menjadi ada.”


Selanjutnya,

konsep Martabat 7 di Jawa dimulai sesudah keruntuhan Majapahit dan digantikan dengan kerajaan Demak Bintara yang menguasai Pulau Jawa. 


Sedangkan awal perkembangannya, ajaran Martabat 7 di Jawa berasal dari konsep Martabat 7 yang berkembang di Tanah Aceh — terutama yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri, Syamsudin Pasai (…-1630) dan Abdul Rauf (1617-1690).


Lebih lanjut ditambahkan bhw “Ajaran Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf kelihatan besar pengaruhnya dalam perkembangan kepustakaan Islam Kejawen." 


Pengaruh Abdul Rauf berkembang melalui penyebaran ajaran Tarekat Syatariyah yang disebarkan oleh Abdul Muhyi (murid Abdul Rauf) di tanah Priangan.


Ajaran Thoriqoh Syatariyah segera menyebar ke Cirebon dan Tegal... Dari Tegal muncul gubahan Serat Tuhfah dalam bahasa Jawa dengan sekar macapat yang ditulis sekitar tahun 1680.


Sedangkan Buya Hamka mengemukakan bahwa faham Wahddatul Al-Wujud yang melahirkan ajaran Martabat 7 muncul karena tak dibedakan atau dipisahkan antara Asyiq dengan Masyuqnya. 


Dan apabila ke-ILAHI-an telah menjelma di badan dirinya, maka tidaklah kehendak dirinya yang berlaku, melainkan kehendak ALLAH. 


Dalam ajaran Martabat 7,

Tuhan menampakkan DiriNYA setelah berTajjali dalam 7 tingkat... di mana ketujuh tingkatan tersebut dibagi dalam 2 wujud. Yakni

3 aspek Batin

4 aspek Lahir.


3 Aspek BATIN terdiri dari :


● Martabat AHADIYAH (kesatuan mutlak)


● Martabat WAHDAH (kesatuan yang mengandung kejamakan secara ijmal keseluruhan)


● Martabat WAHIDIYAH (kesatuan dalam kejamakan secara terperinci dan batas-batas setiap sesuatu). 


4 Aspek LAHIR terdiri :


● Alam ARWAH (alam nyawa dalam wujud jamak)


● Alam MITSAL (kesatuan dalam kejamakan secara ijmal),


● Alam AJSAM (alam segala tubuh, kesatuan dalam kejamakan secara terperinci dan batas-batasnya) 


● INSAN KAMIL (bentuk kesempurnaan manusia).


Menanggapi hal ini,

Buya Hamka mengutip dari karya Ibnu Arabi yang berjudul "Al-Futuhat al-Makkiyah fi Marifa Asrar al-Malakiya" (589 H atau 1201 M), bahwa Tajjalinya ALLAHU Ta’ala yang pertama adalah dalam alam Uluhiyah.. (adalah alam yang terjadi dengan perintah ALLAH tanpa perantara), kemudian mengalir dalam alam Jabarut, Malakut, Mitsal, Ajsam, Arwah dan Insan Kamil.. 


Martabat pertama adalah Martabat Ahadiyah yang diungkapkan sebagai Martabat Lata’ayyun, atau al-Ama (tingkatan yang tidak diketahui). 


Disebut juga

Al-Tanazzulat li ‘l-Dhat (dari alam kegelapan menuju alam terang), 

Al-Bath (alam murni),

Al-Dhat (alam zat),

Al-Lahut (alam ketuhanan),

Al-Sirf (alam keutamaan),

Al-Dhat al-Mutlaq (zat kemutlakan), 

Al-Bayad al-Mutlaq (kesucian yang mutlak), 

Kunhi al-Dhat (asal terbentuknya dzat), 

Makiyyah al-Makiyyah (inti dari segala dzat), 

Majhul al N’at (dzat yang tak dapat disifati), 

Ghayb al Ghuyub (ghaib dari segala yang gaib), 

Wujud al-Ma'had (wujud yang mutlak).


Dan berikut ini adalah nukilan dari terjemahan tingkat pertama yang disebut 

● Martabat Ahadiyah dalam Suluk Sujinah dan Serat Wirid Hidayat Jati.


Dalam Suluk Sujinah ada pengetahuan perihal tingkatan dalam kehidupan manusia, yang diceritakan dengan Ajalulloh dan dikenal dengan sebutan martabat tujuh, diawali dengan kegaiban dzat yang membawa pengetahuan tentang Diri-NYA, dan tanpa membeberkan tentang kenyataan (fisik), Keadaannya kosong namun pada dasarnya ada.


Tapi dalam martabat ini belum berkehendak. 


● Martabat Akhadiyah disebut juga Sarikul A'dzom (Awal dari segala awal).


Dalam alam akhadiyah dimulai dengan aksara LA dan bersemayam ILA.. ~> Itulah kekosongan pertama dari 4 bentuk kekosongan. 


Kedua bernama Maslub. 


Maslub bermakna belum adanya bentuk atau wujud roh atau jiwa.

Tak berbentuk badan atau wujud lainnya.


Ketiga adalah Tahlil,


Tahlil berarti tak bermula dan tak berakhir.


Keempat Tasbih.


Tasbeh bermakna Tuhan Maha Suci dan Tunggal.


Tuhan tak mendua atau bertiga. 

Tak ada Pangeran lain kecuali ALLAH yang disembah dan dipuja, yang asih pada makhlukNYA.


Dalam Serat Wiirid Hidayat Jati..

Sajarotul Yakin tumbuh dalam alam adam makdum yang sunyi senyap azali abadi..


Artinya pohon kehidupan yang berada dalam ruang hampa yang sunyi senyap selamanya, belum ada sesuatu pun, adalah hakikat dzat Mutlak yang qodim.


dzat yang pasti terdahulu, yaitu dzat atma (ruh ilahi), yang menjadi wahana alam Akhadiyah.


Tingkat pertama disebut dengan alam Akhadiyah, yaitu alam tentang tingkat keesaan-NYA.


Keesaan-NYA agung, dan bukan obyek dari pengetahuan khusus mana pun dan karena itu tidak dapat dicapai oleh makhluk apa pun.


Hanya ALLAH yang mengetahui diri-NYA dan keesaan-NYA.


Dan dalam keesaan-NYA tak ada sesuatu pun yang menguasai dan mengetahui kecuali diri-NYA.


FirmanNYA adalah diri-NYA sendiri, begitu pun Malaikat-NYA dan Nabi-NYA.


ALLAH dalam tingkatan ini berada pada kondisi al-Kamal, yaitu, dalam kesempurnaan-NYA.


Hakikat-NYA, keesaan-NYA adalah tempat berkumpulnya seluruh keragaman dan tenggelam atau lenyap dalam kesatuan-NYA.


Dalam alam Ahadiyah keragaman dan kejamakan tsb tidak dapat dipertentangkan dengan gagasan metafisis tentang tahapan atau tingkatan eksistensi.


Dalam tingkatan alam Ahadiyah ini,

ALLAH berada dalam kondisi Ghoib al-Ghuyub, yaitu, keberadaan-NYA yang ghaib. Tuhan tak dapat diinderawi.


Sebab ALLAH tidak membeberkan tentang kenyataan yang fisik.


ALLAH dalam keadaan yang tak berujud, yang tak dapat dideteksi oleh manusia atau para Wali, Nabi, bahkan para Malaikat terdekat-NYA.


Sebab IA masih dalam kesendirian-NYA.

ALLAH belum menguraikan atau menciptakan sesuatu. 


Di dalam derajat ini, semua sifat umum terkumpul melebur di dalam Diri-NYA.


Perbedaan sifat pun ada dalam kesatuan-NYA.


Tuhan dalam alam pertama disebut juga Al-Unsur Adam, ALLAH adalah unsur yang pertama, dan tak ada makhluk-makhluk lainnya yang mendahului. 


Diri-NYA adalah unsur yang terdahulu yang bersifat agung.


Dzat-NYA adalah substansi universal dan hakikat-NYA yang tak dapat dipahami. 


Dalam sifat Adam-NYA, hakikat-NYA tak dapat dipahami.


Sebab awalnya adalah Ada dalam ketiadaan.


Dan ketiadaan-NYA adalah hakikat yang tak terlukiskan dan tak dapat dimengerti oleh siapa pun. 


HakikatNYA di luar segala perumpamaan dan citraan yang memungkinkan.


Selanjutnya, alam Akhadiyah terbagi dalam 4 tingkatan. 


Tahap pertama dikenal dengan kata LA yang bersemayam di dalam kata ILLA. 


LA dan ILLA adalah 2 kata yang manunggal, karena setiap realitas-realitas hanya merupakan refleksi dari realitas-realitas ALLAH. 


LA dan ILLA menunjukan pada asal segala sesuatu yaitu dalam ketiadaan-NYA, diri-NYA Ada. 


Sedangkan pengertian ILLA juga menunjukan pada kembali sesuatu dalam kesatuan-NYA yang bersifat keabadian.


Jika memperhatikan tatanan ontologis, bila diterapkan LA dan ILLA akan mengisyaratkan pemisahan antara ada ILLAHI dan para makhlukNYA. 


Dengan demikian,

Ada-NYA pertama menjadi tabu bagi adaNYA yang kedua.


Pengertian LA dan ILLA dalam masyarakat sufi memiliki 3 makna :


Pertama adalah tidak ada Tuhan melainkan ALLAH. 


Pengertian pertama ini mengacu pada keberadaan pada kekuasaan-NYA. Yaitu penegasan tidak ada Tuhan yang pantas menjadi penguasa selain ALLAH yang Esa. 


Kedua adalah tidak ada Ma’bud melainkan ALLAH.


Pengertian kedua ini ALLAH adalah dzat yang wajib disembah sebab ALLAH bersifat disembah.


Tidak ada penguasa yang wajib disembah selain ALLAH, dzat yang Maha Suci. 


Ketiga tidak ada Maujud melainkan ALLAH.


Pengertian ketiga ini ALLAH adalah awal segala yang berwujud. Sebab dzat-NYA adalah wujud yang pertama dan tak berakhir.


Ketiga pengertian tersebut di atas adalah suatu kesatuan yang tak dapat dikaji secara terpisah.


Sebab,

segala bentuk yang maujud ini pada hakikatnya sama sekali tidak ada. Yang ada hanyalah ALLAH. 


Jadi,

kalau yang ada ini semuanya dikatakan ada, artinya ada dalam ALLAH..~> Inilah konsep dasar dari Widhatul al-Wujud. 


Sementara, 

tingkatan kedua dari alam Akhadiyah adalah Nafi Uslub, yaitu, tingkat ketiadaan-NYA yang ada.


Dalam ketiadaan-NYA, ALLAH tak dapat digambarkan atau dilukiskan oleh siapa pun. 


ALLAH dalam keadaan Al-Ama, yaitu, tingkatan yang tak dapat diketahui.


ALLAH dalam tingkatan ini hanya mempunyai hubungan murni dalam hakikat dan tanpa bentuk.


Sedang tingkatan yang ketiga dalam alam Ahadiyah adalah Tahlil.


Pengertian Tahlil berarti kondisi Tuhan 'yang bermakna La illa illaha.


Tahlil pun bermakna suatu kondisi pemujaan ALLAH dengan pengucapan Syahadat tentang persaksian akan keberadaan-NYA.


Dalam kalimah Syahadah yang diucapkan dengan NIAT bulat dan mengakui bahwa ALLAH berkuasa sendirian, tidak menghendaki pertolongan dari siapa pun, ia suci dan kaya. 


Kalimah Syahadah adalah kalimat yang wajib bagi pemeluk Islam, di mana intinya adalah pengakuan akan adanya ALLAH yang menjadi pemimpin kehidupan, di samping itu, adanya pengakuan rasul ALLAH, yaitu Nabi MUHAMMAD sebagai utusan-NYA.


Selanjutnya,

tingkat empat adalah Akhadiyah Tasbih, yang bermakna kemaha luasan ALLAH.


Tingkatan ini berintikan kalimat Subhhanalloh, artinya, maha suci ALLAH dan mengingatkan serta menunjukan seluruh keyakinan untuk selalu mempersucikan-NYA.


Sedang pada Serat Wirid Hidayat Jati, ajaran pertamanya dikenal dengan sebutan Sajarotul Yakin. 


Yaitu sebagai lambang pohon kehidupan yang dalam, Jawa disebut dengan Kajeng Sejati dan memiki makna pengertian tentang kehidupan atau hayyu.


Hayyun berarti atma, jiwa atau ruh.


Dalam Sajarotul Yakin,

ALLAH adalah Wujud al-Sirri, kondisi wujud yang utama.


Atma-NYA belum tersifati, namun Ruh-NYA adalah al-Lahut (bersifat ke-ilahi-an).

IA merupakan hakikat dzat mutlak dan qadim, yaitu, asal dzat dari segala dzat yang bersifat abadi. Dzat-NYA tak ada dalam penguraian.


Segala penguraian-NYA adalah bersifat negatif. Sebab ALLAH bersifat Makiyyah al Makiyyah, yaitu, inti dari segala dzat yang ada di kemudian hari.


AtmaNYA adalah esa dari yang tak teruraikan dan diuraikan.


Dzat ruh-NYA sesungguhnya adalah dzat yang bersifat esa.


Ruh itulah sejatinya Tuhan Yang Mahasuci.


Ruh-NYA adalah subyek absolut, di mana benda yang termasuk subyek individu hanyalah obyektivisasi-obyektivisasi ilusi. Sebab ALLAH adalah Kunhu al-Dhat, asalnya dzat terbentuk.


Di dalam kitabnya Daqiqul Akbar,

Imam Abdurahman menuliskan, pada awal permulaan ALLAH menciptakan sebatang pohon kayu bercabang 4. Pohon kayu tersebut dikenal dengan Syajaratul Yakin.


Dan Syajaratul Yakin tercipta dalam alam kesunyian yang bersifat qadim dan azali. 


Pengertian sunyi di sini bukan bermakna tak adanya sesuatu. Namun bermakna belum terciptanya alam, kecuali Tajjali-NYA yang pertama dalam bentuk Syajarotul Yakin. 


Sedangkan pengertian qadim dan azali adalah wujud dari sifat-NYA yang terawal dan tak berakhir.


Dzat-NYA adalah terdahulu, tak ada sesuatu pun yang mendahului dan tak ada akhir karena masa. Syajarotul yakin adalah awal sifat-NYA.


Dalam pohon kehidupan sifat-NYA yang menonjol adalah tentang HIDUP.


HIDUP (al-Hayat) adalah sifat wajib yang ada pada Diri-NYA. Sebab sifat al-Hayat adalah qadim dan azali.


Al-Hayat dalam segala martabat-NYA menjadi pangkal bagi segala macam kenyataan yang lahir dan kekal. karena HIDUP ( AL-HAYAT) atau HAYYUN atau ATMA adalah subyek yang absolut, maka, hakikat atma atau hidup adalah mutlak yang qadim.


Dan ALLAH adalah dzat pertama dan sumber dari HIDUP itu sendiri.


Diri-NYA adalah kekal bersamaan dengan kekalnya zat kehidupan. Keduanya adalah ada dalam kemanunggalan.


Dzat-NYA yang al-Hayat adalah sumber munculnya perkara-perkara sifat wajib-NYA. Yaitu, ilmu, iradat, kalam dan baqa.


Artinya, karena adanya RUH atau HAYYU (al-Hayat), maka muncul ILMU (pengetahuan).


Timbulnya pengetahuan (al-ilm) menciptakan atau mengalirnya kehendak (iradat), dan firman-NYA. Dan ketiga sifat-NYA adalah kekal, baqa'.

Komentar

Postingan Populer